eheeeem.. uhuuuk.. eheeeem..
heeeemm..
*minum konidin*
Oke. Gue bakalan mulai nulis
nih guys,
Sebenarnya gue gak pengen
tulisan ini ada di blog gue, cuma yah bagaimana lagi, daripada gue nulis di
tembok kamar kan mending gue nulis disini. Tapi intinya bukan itu guys, gue
nulis disini karena memang ada yang harus gue tulis. Biar apa? Biar semuanya
jelas, dan mungkin bisa jadi pelajaran juga buat gue dan kalian. Terus di
postingan ini gue mau nulis apa? Okay mari kita mulai..
Mungkin memang kesalah
pahaman, mungkin juga memang disengaja. Ada yang salah tanggap karena tidak
bertanya langsung ada juga yang asal nebak hingga masalah menjadi tanggung.
Entah darimana bakalan gue
mulai membahasnya. Mungkin semua berawal dari twitter. Dulu gue pernah
berdiskusi cukup seru dengan beberapa orang teman di twitter tentang masalah
guide book for traveling. Gue suka diskusi, walaupun gue sendiri dan berdiskusi
dengan banyak orang, walaupun diskusinya panas, pasti ada pembelajaran yang gue
dapet dari situ. Awalnya diskusi memang on topic, membahas guide book. Namun
lama kelamaan makin banyak orang yang nimbrung dan asal jeplak. Gue mulai gak
nyaman dengan diskusi itu, lalu gue memutuskan untuk menyudahinya dengan cara
meminta mereka yang kontra untuk bertanya kepada penulis guide book
langsung (kebetulan penulis guide book itu temen gue), biar jelas dan selesai.
Adil !! Seperti apa yang gue lakukan ketika gue gak suka perkataan dari penulis buku Miss JingJing, gue langsung ngomong ke penulisnya. Gak ada yang marah, diskusi selesai, masalah selesai. Karena gue udah
bersikap biasa lagi dengan mereka, pun begitu sebaliknya.
Namun ternyata masalah belum
selesai buat mereka. Bukan lagi masalah diskusi kemarin yang mereka bahas,
malah mereka bahas masalah pribadi. Ngata-ngatain trip-trip yang gue lakuin,
menjelekkan gue dan sebagainya, dan gue sama sekali gak respon itu, soalnya gue
tau kalau gue respon mereka, masalah bakalan lebih ricuh. Setelah gue
menerbitkan buku WIB, ejekan dan olokan mereka semakin menjadi. Entah apa motivasi mereka. Malah ada
diantara mereka yang bilang..
"Trip murahan..bla.. bla.. bla.."
"Yaelah, bikin buku
indie doang bangga.."
"blaa.. blaa.. bla.."
dan sebagainya,
Gue masih bisa tolelir dan
bersabar kalau mereka ngejek gue secara pribadi. Karena gue anggap itu cuma
haters! Tapi nggak dengan karya gue. Jelas gue bangga bisa bikin dan punya buku
sendiri, walaupun itu indie publishing. Gue bikin buku WIB itu selama setahun
lebih, dengan segala usaha yang gue laukkan untuk membuat buku tersebut. Karya
gue, pasti gue hargai sebagaimana gue selalu respect kepada semua orang yang
terus berusaha untuk berkarya, mengejar mimpinya.
Be thankful for having
haters, they are the ones who take time out of their lives to watch your wrong
moves.
Semua cibiran mereka gue
terima tanpa gue balas sama sekali. SAMA SEKALI GAK GUE BALAS. Mereka mention
langsung berkali-kali pun nggak gue gubris. Karena gue tau, mereka
akan senang kalau gue respon dan terpancing oleh hasutan mereka. Tapi terkadang
walaupun kita sudah bersikap legowo dan santai, para haters itu semakin
menjadi-jadi mencibir buku gue di twitter. Bagi mereka, kesenangan mereka
bersama adalah apabila melihat gue mencek-mencek kebakaran jenggot karena
cibiran mereka. *pura pura sedih*
Tapi karena katanya
"sabar ada batasnya" yah mendidih juga darah Sumatera gue. Maka gue
telepon langsung orangnya, karena telepon gak nyambung terus gue mention lah
langsung via twitter, karena cuma itu cara yang ada dipikiran gue waktu itu.
Gue ajak mereka langsung ngomong personal, gak cuma bacot di twitter. Gue kasih
langsung nomer telepon atau langsung ketemuan, karena bukan dengan bacot
apalagi di twitter cara lelaki menyelesaikan masalah.
Dan seperti sikap seorang pengecut
lainnya, tak ada satupun yang telepon atau sms untuk bicara langsung walaupun
udah gue kasih nomer telepon gue. Saat gue tanya langsung pun mereka malah
pura-pura tidak tahu apa-apa dan bersikap bodoh. Oh, memang beginilah sikap
pengecut.
Jadi bukan karena masalah
traveling apapun yang bikin gue emosi. Tenang, gue gak sedangkal untuk berpikir
bahwa traveling adalah perlombaan, rasa lebih bangga, atau apapun itu. Emosi
gue terjadi, cuma karena satu hal. Gue gak suka orang yang cuma berani bacot di
twitter dan bukan menyelesaikan masalahnya secara personal dan langsung. Kalau
berani nyinyir atau bacot di twitter, lo juga harus punya keberanian ngomong
langsung sama orangnya. Itu baru fair dan bukan banci !!
Gue terus nunggu respon
secara personal dari mereka, namun tetap tidak ada sama sekali. Gue tarik napas
panjang, dan gue nganggep mereka memang tidak berani menyelesaikan masalah
secara personal dengan gue. Dan kebetulan waktu itu gue chating dengan Bang
Yudi, dan gue dapet nasihat yang keceh untuk bersikap dewasa. Maka gue
berinisiatif terlebih dahulu meminta maaf, mungkin karena terlalu emosi.
Sekarang gue punya prinsip. Terserah orang mau bilang apa tentang karya gue, selama ada orang yang sms, mention ke twitter, email sampai telepon ke gue buat ngucapin terima kasih karena telah terhibur dan terinspirasi dengan apa yang gue tulis. Gue akan selalu senang :)
Ratusan atau bahkan ribuan cacian dan cibiran kalian tidak akan sebanding dengan kepuasan dan kesenangan para pembaca yang diapresiasikan pada buku gue :)
Sekarang gue punya prinsip. Terserah orang mau bilang apa tentang karya gue, selama ada orang yang sms, mention ke twitter, email sampai telepon ke gue buat ngucapin terima kasih karena telah terhibur dan terinspirasi dengan apa yang gue tulis. Gue akan selalu senang :)
Ratusan atau bahkan ribuan cacian dan cibiran kalian tidak akan sebanding dengan kepuasan dan kesenangan para pembaca yang diapresiasikan pada buku gue :)
Tapi apa yang menjadi
pembelajaran gue di masalah ini adalah, dengan adanya yang mencibir, gue lebih
bisa bersikap sabar, gue malah lebih termotivasi untuk berbuat lebih banyak,
terus berkarya. Kalau mereka bilang gue bangga cuma punya buku indie, gue
buktikan tahun ini buku kedua gue, kompilasi cerita backpacker bakalan terbit
di GRAMEDIA. Kalau masih mencibir juga karena itu "cuma" buku
kompilasi? Tenang sodarah-sodarah, semua perlu proses, dan buku ketiga gue
nanti, gue janji bakalan nampang di book store seluruh Indonesia, dengan nama
gue terpampang besar di cover depannya !
Dipuji atau dicaci, akan berkarya
sampai mati. - Valliant Budi